| Dwi Anugrah Mugia Utama | Bobotoh | Mountaineering | Vegetarian | Working Class | Partikel Bebas |

Friday, December 13, 2013

Spanduk di penjuru stadion adalah identitas dan harga diri kelompok kami !

foto: istimewa

Meskipun selalu dibumbui berbagia intrik dan bermacam kepentingan, Liga Indonesia terus bergulir setiap tahunnya. Stadion-stadion kecil namun padat di seluruh penjuru Negeri selalu disesaki para supporter setia demi membela tim yang mereka bela. Nada penyemangat bergema di setiap menit nya sepanjang laga. Suara dentuman petasan dan asap pekat red flare pun seolah menjelma menjadi  hiasan stadion yang begitu bernada. Terkadang fanatisme yang semu pun berimbas pada beberapa kekerasan di penjuru stadion. Tapi dari seluruh elemen supporter tersebut jangan pernah lupakan satu hal yang menjadi ciri khas stadion-stadion di Indonesia, deretan spanduk diseluruh penjuru stadion.
Jaman terus berganti, kebiasaan dan kebudayaan supporter pun perlahan ikut berubah. Termasuk karakteristik para penonton sepakbola di stadion-stadion Indonesia. Jika pada dekade 80 dan 90an stadion-stadion di Indonesia  selalu dipenuhi  berbagai spanduk yang bernada menyemangati tim dan biasanya spanduk tersebut terbuat dari selembar kain berukuran besar dan dihiasi beraneka cat beragam warna hasil karya imajinasi sang pencipta. Di dekade 2010an keatas budaya spanduk kain ini pun secara mulai tergeser oleh imbas tekhnologi yang datang, yakni digital printing. Secara perlahan pemandangan indah spanduk-spanduk di hampir seluruh penjuru stadion di Indonesia pun mulai berubah, yang awalnya diisi spanduk kain secara perlahan tergantikan banner-banner mengkilap khas digital printing yang jelek.
Bannner digital printing disini memang tidak ada yang salah sama sekali. Namun bila ditelaah lebih jauh baik itu secara history maupun dari rasa kebanggan, rasanya banner-banner modern ini tidak indah dipandang secara kasat mata dan sangat tidak mewakli rasa militansi milik sebuah kelompok supporter. Di dekade 2000an awal ketika penulis masih aktif di berbagai elemen organisasi supporter, diantaranya Viking Antapani dan Viking UNPAS, kami mempunyai kebiasaan membuat spanduk setiap kompetisi baru akan mulai bergulir. Uang untuk membuat spanduk ini biasanya berasal dari uang kas organisasi hasil penjualan tiket pertandingan dan penjualan merchendise distrik. Pembuatan spanduk ini biasanya kami agendakan jauh-jauh hari, karna biasanya kami bisa menghabiskan waktu sampai 1-2 hari bahkan terkadang lebih. Semuanya kami kerjakan secara mandiri, mulai dari membeli kain, cat, mencari tempat, pembuatan sketsa, menjemur sampai hasil akhir. Harus diakui hasil karya yang kami buat ini sangat ribet, tidak efisien bahkan hasilnya secara estetika jauh lebih buruk dibandingkan jika kami memesan pada ahlinya. Secara biaya pun biasanya akan lebih besar bahkan 2 kali lipat biaya normal, karna biasanya pada saat pembutan spanduk ini kami selalu menyelipkan agenda makan bersama alias botram demi lebih mempererat rasa solidaritas ditubuh kelompok kami. Tapi jangan salah, perasaan ribet dan semuanya tersebut tergantikan oleh rasa bangga dan jiwa memiliki yang tinggi. Karna karya yang kami buat tersebut merupakan jerih payah dan hasil tangan kami sendiri, yang akan kami bawa dan pajang di seluruh stadion di Indonesia kala melakoni pertandingan kandang maupun tandang. Karna spanduk kami bukan hanya selembar kain berukuran besar yang tak ada arti, tapi identitas dan harga diri kelompok kami yang akan terus kami jaga!  
Bukan kah bendera, umbul-umbul dan beragam identitas Kerajaan sampai Negara dari jaman Prabu Siliwangi sampai Susilo Bambang Yudhoyono tetap berbentuk kain? Dan sampai kapan pun rasanya tidak akan mungkin berubah wujud menjadi digital printing.

Oleh Dwi Anugrah Mugia Utama
Pecinta Sepakbola dan Bobotoh Persib

Wednesday, June 20, 2012

Belajar Menganalisis Taktik dan Strategi; England – Ukraine EURO 2012


foto: istimewa (google)

Akhirnya di penyelenggaraan EURO kali ini tim Tiga Singa sudah memastikan diri menjadi penghuni teratas Grup D, setelah dalam pertandingan terakhir berhasil menaklukan tim tuan rumah Ukraine dengan skor tipis 1-0, serta diluar dugaan tim pesaing Prancis takluk 2-0 ditangan tim yang sudah tidak mungkin lolos menuju fase knock out Swedia. Dibabak perdelapan final nanti England akan ditantang tim Italia yang berhasil menjadi runner up grup C dibawah tim juara bertahan Spain. Tentu pertandingan melawan Italia nanti akan sangat ditunggu-tunggu oleh seluruh penikmat si kulit bundar di penjuru bumi ini. Bagaimana tidak, selain akan tersajinya pertandingan yang mempertemukan pemain-pemain berkelas dunia di kedua tim. Pertandingan pun seolah-olah akan menjadi sebuah pembuktian, tim manakah yang layak memegang gelar cattenacio terbaik di tahun ini hehehe.
Sejenak kita lupakan dulu pertandingan melawan Italia, disini saya mau mencoba sedikit belajar mengulas taktik dan strategi yang diperagakan tim Tiga Singa kala mengalahkan tim Ukraine, cekibrot…

Lini Depan
Seperti yang saya telah perkirakan sebelumnya, coach Hudgson akan lebih memilih duet Wellbeck-Rooney sebagai starter dan mengorbankan Andy Carrol yang bermain cukup bagus ketika menghadapi Swedia. Secara pola permainan England pun masih sama dengan dua pertandingan sebelumnya menggunakan pola 4-4-2 dengan satu striker yang didorong agak ke belakang, yang berubah sesuai kebutuhan dilapangan dengan cukup dinamis menjadi 4-4-1-1 atau bahkan 4-2-3-1. Dalam pertandingan melawan tuan rumah Ukraine di 1x45 pertama, Rooney dan Wellbeck bisa dikatakan cukup berhasil memainkan peran ini, dimana mereka berdua secara konstan turun ke bawah untuk bermain di posisi satu penyerang. Meskipun penampilannya tidak terlalu mencolok, namun kehadiran Rooney dilapangan, seakan memberikan spirit tersendiri bagi rekan-rekan yang lainnya. Beberapa kali Rooney pun mendapatkan peluang emas namun gagal dikonversi menjadi sebuah goal. Namun kesalahan dibabak pertama, tidak terjadi dibabak kedua, sentuhan pertama nya berhasil menggetarkan jala tuan rumah, yang berujung pada munculnya nama Wayne Rooney pada papan skor stadion.

Lini Tengah
Seperti di lini depan, di lini tengah pun tim Tiga Singa tidak mengalami perubahan yang cukup berarti, James Milner di kanan dan Ashley Young di kiri tetap menjadi senjata utama untuk menyisir dari sisi lapangan secara bergantian. Agresifitas Milner di babak pertama nampaknya tidak diimbangi oleh Young disisi kanan pertahanan lawan, namun hal tersebut pun bukan tanpa arti, karena coach Hudgson memang lebih memilih untuk menempatkan Young lebih kedalam, untuk lebih mengimbangi pergerakan Gerrard dan Parker yang cenderung lebih banyak menjaga kedalaman. Ukraine sangat jelas meniru gaya permainan Prancis dan Swedia kala menghadapi England, yang menumpuk pemainnya dan bermain rapat di lini tengah, hal tersebut jelas memperlihatkan jika Ukraine lebih menguasai lini tengah dan England cenderung lebih menjaga zona marking, namun bisa dikatakan strategi ini cukup berhasil karena pemain bertahan England bermain dengan disiplin yang sangat tinggi menjaga wilayah territorial nya masing-masing meskipun dengan konsekuensi dicap bermain bertahan. Di babak kedua coach Hudgson mencoba untuk meresponnya dengan kembali menaikkan defensive line pada empat bek sejajar mereka dan melawan dengan pressing ketat. Peran sentral sang kapten Steven Gerrard kembali teruji dalam pertandingan melawan Ukraine ini, dimana umpan-umpan ciamik milik Gerrard selalu ditunggu oleh kedua striker di depan. Karena permainan rapat nan disiplin yang diperagakan oleh Ukraine, mau tidak mau umpan panjang manis menjadi strategi alternative coach Hudgson, karena umpan-umpan ini akan mampu langsung melewati 2 bahkan sampai 4 pemain lawan secara sekaligus. Steven Gerrard tidak seperti dalam 2 pertandingan sebelumnya, kali ini dia terlihat beberapa kali sedikit maju menuju wilayah territorial milik Milner di flank kanan untuk mengirim crossing maut menuju kedua striker dilini depan dan sebuah goal yang dilesakan Wayne Rooney pun menjadi sebuah bukti konkret kapabilitas Gerrard ketika diberi kesempatan meninggalkan pos nya. Namun kehebatan seorang Steven Gerrard tidak sampai disitu meskipun beberapa kali dia maju kedepan namun dengan disiplin tinggi dia selalu segera kembali menjaga kedalaman lini tengah, antisipasi jika tim Ukraine melakukan serangan balik.

Lini Belakang
Rapuhnya lini belakang tim Tiga Singa dalam 2 pertandingan awal penyisihan grup menghadapi Prancis dan Swedia allhamdulilah tidak terulang kembali, meskipun beberapa kali tendangan dari luar kotak penalty yang dilesakan striker dan para gelandang Ukraine membuat kiper Joe Hart jatuh bangun untuk menjaga gawangnya agar tetap perawan. Coach Hudgson jelas memainkan strategi dimana dalam final thrird memasang dua lapis pertahanan dengan 4 bek sejajar terkadang 5 bek dengan Scott Parker yang terkadang ikut turun. Dan dilindungi oleh 4 gelandang yang juga berdiri sejajar. Hal ini memberikan bukti di pertandingan malam itu, tim Ukraine hanya bisa melepaskan tendangan-tendangan keras dari luar kotak penalty, akibat susahnya mereka menembus pertahanan England yang berjajar rapat. Namun strategi ini jelas sangat membosankan bagi para penonton termasuk saya, karena mau tidak mau tim Tiga Singa akan bermain lebih bertahan. Monoton namun cukup berhasil, itulah faktanya. Yang berubah dari dua pertandingan sebelumnya, yakni terlihat beberapa kali wingback Cole di kiri dan Johnshon di kanan beberapa kali naik sampai lini pertahanan Ukraine, terutama di babak kedua. Hal yang jarang terlihat di dua laga awal tentunya.

Kesimpulan
Tim Tiga Singa masih bermain dengan pola dan strategi yang sama dengan 2 pertandingan sebelumnya, menjaga daerah nya masing-masing dengan disiplin yang sangat tinggi, bertahan, menjaga kedalaman, counter attack, membosankan namun berhasil. Yup, this is fact!

IT’S COMING HOME, IT’S COMING FOOTBALL COMING HOME, THREE LIONS ON A SHIRT, JULES RIMET STILL GLEAMING!  

Oleh Dwi Anugrah Mugia Utama
Pecinta Sepakbola dan Bobotoh Persib

Tuesday, June 19, 2012

Hentikan Spanduk WE LOVE ANTV di dalam stadionmu kawan

foto: istimewa (google)
Siang hari menjelang senja, diantara ribuan bobotoh PERSIB yang memadati Stadion Siliwangi hari itu, beberapa kali saya melihat beberapa Bobotoh ABG yang dengan sangat percaya dirinya membentangkan karton berukuran lumayan besar bertuliskan WE LOVE ANTV atau TERIMA KASIH ANTV diantara ribuan bobotoh lainnya yang disaat bersamaan justru sedang membentangkan syal/scraft klub kebanggaan mereka PERSIB Bandung.
Pemandangan seperti ini sebenarnya bukan sebuah barang yang aneh bagi kita para penikmat sepakbola lokal terutama kompetisi Indonesian Super League. Fenomena salah kaprah ini ramak terjadi di seluruh stadion di Indonesia kira-kira 3-4 musim kebelakang. Pertama kali spanduk-spanduk ini muncul di dalam stadion di Indonesia yang memang tim nya jarang sekali mendapatkan jatah tayangan live dari stasiun TV yang bersangkutan. Atas dasar itulah beberapa kelompok supporter pun membuat tulisan-tulisan yang bernada mengucapkan terima kasih kepada stasiun TV lokal tersebut karena telah diberi jatah untuk pertandingan live dan diberi kesempatan agar klub dan fansclub mereka untuk lebih dikenal masyarakat Indonesia lebih luas.
Namun justru fenomena ini berganti arah dalam 1-2 musim kebelakang, dimana setiap saya pribadi menyaksikan Indonesia Super League apapun itu tim nya yang berlaga, baik itu tim besar maupun tim kecil, tulisan-tulisan bodoh itu selalu muncul diantara ribuan supporter yang hadir langsung di stadion. Termasuk di stadion Siliwangi yang terkadang saya pribadi selalu menyempatkan hadir langsung di stadion ketika tim PERSIB berlaga.
Bagi sebuah tim besar dan memiliki fans yang sangat banyak seperti PERSIB Bandung, AREMA Indonesia, PERSIJA Jakarta, PERSEBAYA Surabaya, PERSIPURA Jayapura atau Sriwijaya FC, mengapa kita harus selalu berterima kasih pada sebuah stasiun TV swasta tersebut? Jujur bagi saya hal ini sangat merusak pemandangan indah ribuan supporter yang hadir di stadion. Jika saja stasiun TV swasta tersebut akan melepaskan hak siar nya, saya pribadi sangat yakin belasan stasiun TV nasional di Negara ini akan berebut untuk mengambil alih hak siar tersebut. Selain terbilang cukup murah dalam hal nilai kontrak bila dibandingkan dengan tayangan sepakbola Liga Eropa, ternyata antusiasme masyarakat Negara ini pun terbilang begitu tinggi terhadap tayangan Indonesian Super League ini. Hal ini bisa dibuktikan dengan berhasilnya program ISL meraih beberapa penghargaan yang cukup marak di Negeri ini sebagai tayangan favorite olahraga.
Sebagai bahan perbandingan di Negara-negara yang secara culture sepakbola nya lebih maju, saya belum pernah melihat sekalipun spanduk  atau tulisan yang dibentangkan seorang supporter bernadakan terima kasih terhadap sebuah stasiun TV. Apakah kita pernah melihat sebuah spanduk dan tulisan bertuliskan GRAZIE CANALE 5 atau TIAMO RAI diantara ribuan supporter yang memadati stadion San Siro Milan? Padahal jika ada pun sebenarnya lebih pas, karena seperti yang kita ketahui bersama, Silvio Berlusconi bos besar klub AC Milan yang juga menjabat sebagai perdana mentri Italia merupakan seorang raja media yang memiliki jaringan TV Italia RAI dan TV kabel CANALE 5 secara Monopoli di Italia.
Ayo kawan para supporter di Indonesia kita sama-sama hentikan budaya salah kaprah ini, percayalah syal dan bendera klubmu jauh lebih indah dibandingkan spanduk dan tulisan-tulisan bodoh tersebut. Jika alasan kalian ingin tersorot camera TV? maaf kalian terlalu norak kawan... WE LOVE PERSIB NOT TV STATION!

Oleh Dwi Anugrah Mugia Utama
Pecinta Sepakbola dan Bobotoh Persib

Monday, June 18, 2012

Ketika Sepakbola dan Kearifan Lokal Saling Menghormati

foto: istimewa (google)

Tercengang dan terperanjat itulah reaksi saya ketika menyaksikan pertandingan lanjutan kompetisi ISL antara tuan rumah PSAP Sigli melawan Pelita Jaya (18/6) yang disiarkan di salah satu stasiun TV Swasta. Pada menit 30 tiba-tiba wasit yang memimpin pertandingan membunyikan peluit agar pertandingan yang sedang berlangsung berhenti untuk sementara waktu, hal ini bukan karena ada pemain yang cedera atau bahkan kerusuhan yang kerap terjadi di pertandingan sepakbola Negara ini. 

Atas kesepakatan kedua belah pihak sebelum memulai pertandingan, kubu PSAP Sigli dan Pelita Jaya Karawang bersepakat bahwa ketika Adzan Ashar berkumandang mereka sepakat untuk menghentikan pertandingan sementara waktu dan melanjutkan pertandingan ketika adzan selesai dikumandangkan. Hal ini bagi kita para penikmat sepakbola di tanah air maupun dunia merupakan sebuah barang yang sangat langka dan hebat. Bagaimana tidak pertandingan terhenti beberapa saat untuk menghormati umat Islam yang sedang mengumandangkan adzan untuk panggilan Shalat. Tidak lama kemudian, kurang lebih hanya sekitar 4 menit saja, wasit pun kembali melanjutkan pertandingan ketika adzan yang dikumandang sang muadzin pun selesai.

Seperti yang kita ketahui bersama, Aceh merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat sehari-harinya, seperti wajibnya seorang wanita Muslim untuk menggunakan jibab dan menutup aurat ketika mereka hendak keluar dari rumah. Disini saya sebagai penulis melihat sudut pandang yang sangat cantik, dimana kearifan local tersebut bisa berpadu dengan sebuah pertandingan sepakbola dan tidak sampai merugikan sama sekali pihak manapun. Respect!

 Oleh Dwi Anugrah Mugia Utama
Pecinta Sepakbola dan Bobotoh Persib

Monday, February 14, 2011

PERSIB lihatlah pemain muda


“Nampaknya ini merupakan bench termahal dalam sejarah Liga Indonesia pemirsa…” inilah sebuah respon yang terdengar dari seorang komentator ANTV saat camera mengambil gambar keadaan bench pemain pengganti pemain PERSIB saat pertengahan babak pertama dalam derby West Java melawan pasukan Peita Jaya Karawang (6/2). Sangat menggelitik perkataan komentator ini, bagaimana tidak saat itu camera memperlihatkan pemain-pemain bintang PERSIB yang tengah duduk manis di bangku cadangan termasuk 4 legiun asing PERSIB musim ini Hilton Moreira, Pablo Frances, Syahril Ishak dan Baihaki Khaizan. Memang benar perkataan sang komentator TV ini, padahal kondisi para pemain asing ber label bintang ini tidak dalam kondisi cedera atau sakit sekalipun, alias fit dan siap untuk diturunkan dalam arena pertarungan.

Pada pertandingan tersebut coach Daniel Roekito memang lebih memilih untuk menurunkan skuad lokal nya dibandingkan pasukan asing nya. Hilton Moreira dan Pablo Frances yang selalu menjadi striker pilihan kedua dan ketiga setelah Christian Gonzales harus merelakan tempatnya menjadi starter setelah diisi striker muda Airlangga Sucipto. Sedangkan posisi Baihaki Khaizan di lini pertahanan tim ditempati salah satu mantan punggawa Timnas Isnan Ali. Senasib dengan kompatriotnya el capitano Timnas Singapura pun harus merelakan posisi nya ditempati Eka Ramdhani, karena pada pertandingan melawan Pelita Jaya Karawang ini PERSIB lebih memilih untuk menurunkan 4 orang saja di lini tengah. Mungkin saja coach Daniel Roekito kecewa dengan kinerja beberapa legiun asing milik PERSIB ini yang berimbas pada hasil yang didapatkan tim dalam 11 pertandingan terakhir. Bagaimana tidak sebelum pertandingan melawan Pelita Jaya, PERSIB hanya mampu bertengger di peringkat 14 klasemen alias hanya satu strip saja di atas Bontang FC yang berdomisili di dasar klasemen. Melakoni 12 Laga dengan hasil 3 kali menang 2 kali draw 7 kali kalah memasukan 11 goal dan kemasukan 24 goal, hanya satu kata memalukan!

Dilain pihak beberapa pemain muda hasil binaan PERSIB yang diberikan kepercayaan tampil bisa dikatakan cukup menjanjikan dalam skala usia nya. Wildansyah dan Muhammad Agung Pribadi secara permainan dan mental bisa dikatakan semakin matang. Dan juga jangan lupakan striker masa depan Timnas Indonesia Airlangga Sucipto, meskipun pada pertengahan babak 2 Airlangga digantikan Hilton Moreira tetapi nampaknya diturunkannya Airlangga dalam pertandingan kali ini memberikan sedikit bukti kapabilitas sang pemain, akibat tendangan spekulasi yang dilepaskan Airlangga bola terlepas dari tangkapan Wardhana kiper Pelita Jaya dan bola reborn pun berhasil disambut Christian Gonzales dan menjadi satu – satu nya goal yang terjadi pada pertandingan sore itu.

Selain ketiga pemain muda yang diturunkan melawan Pelita Jaya, sebenarnya PERSIB masih memiliki beberapa nama pemain muda penuh potensial lainnya seperti Jejen yang saat ini tengah mengalami cedera. Bahkan sebelum mengalami cedera Jejen seolah menghipnotis para bobotoh dengan pergerakan nya yang nyaris mirip salah satu living legend milik PERSIB Yudi Guntara. Belum lagi beberapa pemain muda bertaleta tinggi yang saat ini mengabdi di PERSIB U-21 yang akan selalu siap kapanpun jika harus dipanggil memperkuat PERSIB senior. Lalu jika mempunyai beberapa pemain muda yang mempunyai prospek yang cukup menjanjikan dimasa depan kenapa harus terus-menerus menghaburkan uang dengan mendatangkan pemain berlabel bintang dengan penampilan standart dan loyalitas tanda tanya besar.

Oleh Dwi Anugrah Mugia Utama
Pecinta Sepakbola dan Bobotoh Persib

Tuesday, February 1, 2011

Nurdin Halid Belajar lah dari Gejolak di Timur Tengah

Akhir - akhir ini kondisi bumi di belahan timur tengah seolah menyihir kita semua untuk menyimak perkembangan nya setiap saat, bagaimana tidak? negara yang selama ini selalu dianggap adem ayem dan jauh dari kata chaos Mesir berubah 180 derajat kondisi nya. Kerusuhan dan demonstrasi besar – besar an massa pun terjadi setiap hari nya di Negara yang terkenal dengan seribu menara ini. Alasan nya hanya satu mereka menginginkan Presiden mereka turun dari jabatannya. Sekarang ini bola panas masih terus bergulir di kawasan Mesir, meskipun presiden Husni Mubarak berjanji tidak akan mencalonkan kembali dalam pemilihan Presiden yang akan digelar bulan oktober nanti dan memilih untuk meneruskan jabatan nya sampai habis. Masyarakat pun menolak tegas dan menuntut Husni Mubarak turun saat ini juga. Husni Mubarak sendiri telah menjabat jabatan sebagai Presiden Mesir sejak tahun 1981 setelah menggantikan Presiden sebelumnya Anwar Sadat yang dibunuh secara mengenaskan oleh salah satu perwira Mesir pada saat parade ulang tahun angkatan bersenjata Mesir. Mungkin kondisi seperti ini nyaris serupa dengan gelombang reformasi di Negara Indonesia pada pertengahan tahun 1998 yang menuntut Presiden Alm. Soeharto kala itu untuk mundur. Mungkin secara garis besar pelajaran yang bisa dipetik dari kasus seperti ini yakni terlalu lama nya seorang Pemimpin/Presiden menjabat.

Lalu apa hubungan nya dengan Nurdin Halid dan sepakbola? Nurdin Halid memang bukan seorang Presiden di Negara ini, namun bagaimana pun juga beliau ini merupakan ‘Presiden’ dari lembaga yang bernama PSSI. Sebuah lembaga tertinggi persepakbolaan Indonesia, yang mempunyai hak sangat istimewa yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk oleh pemerintah Indonesia. Seperti yang kita ketahui bersama beberapa tahun kebelakang ini sangat besar tuntutan masyarakat pecinta si kulit bundar untuk sang penguasa Nurdin Halid lengser dari jabatan nya. Suara para pecinta sepakboal ini bukan hanya sebatas di kalangan dunia maia/internet saja, tapi sudah terang – terang an seperti saat timnas Garuda berlaga di ajang AFF Suzuki Cup Desember silam, seolah tanpa komando seluruh penghuni GBK meneriakan satu kalimat secara serentak Nurdin Mundur! Bahkan chants baru ini pun menular dalam beberapa laga baik itu di kompetisi Indonesia Super League, Liga T - Phone maupun Liga Primer Indonesia. Alasan kekecewaan para penikmat sepakbola ini pun begitu kompleks namun satu yang pasti alasan utama nya yakni miskin nya prestasi Timnas Garuda menjadi katalisator yang paling besar. Bagaimana tidak? Prestasi seolah enggan untuk menghinggapi pasukan Garuda, dalam 7 tahun ini jangan kan pulang membawa medali emas dan berkumandang Indonesia Raya dalam acara pengalungan medali, untuk menjadi finalis di ajang sekelas Sea Games pun hanya sebuah mimpi belaka. Dalam ajang AFF Cup yang dulu bernama Tiger Cup pun sebelas duabelas alias sami mawon, 4 kali menjadi runner up tanpa satu gelar juara sekali pun bukan sebuah prestasi yang harus dibanggakan dari sebuah Negara yang memiliki kompetisi paling bonafit di kawasan Asia Tenggara. Ketika AFF Cup desember silam hampir seluruh masyarakat Indonesia termakan euphoria yang sangat berlebihan, mungkin saya pribadi menanggapai nya biasa saja, karena permainan Timnas bisa dikatakan biasa saja jauh dari kata istimewa, bahkan menurut saya secara permainan jauh lebih baik ketika jaman keemasan angkatan Widodo C. Putro maupun Roby Darwis (tapi tidak untuk Mursyid Effendi). Belum lagi dalam ajang sekelas Asian Games atau Piala Asia jangankan untuk berbicara juara, untuk dapat lolos ke putaran final pun sudah syukur Allhamdulilah. Bagaimana dengan event sekelas Piala Dunia? kejauhan…

Selain itu pun masih banyak alasan - alasan lain nya seperti jadwal dan format kompetisi yang jauh dari kata konsisten, berubah – ubah setiap saat menjadi santapan klub yang seolah telah terbiasa. Tak berwibawa nya PSSI dihadapan badan pemerintahan lainnya seperti Polisi sehingga sejumlah pertandingan sering tidak mendapatkan izin atau digelar tanpa penonton, bahkan kejadian lucu dalam dunia persepakbolaan Indonesia pernah terjadi kala seorang Kapolda mengintervensi sebuah laga Final Copa Indonesia. Selain itu pun kompetisi yang berjalan di bawah komando PSSI disinyalir jauh dari kata fair play dan terindikasi terjadinya jual beli trofi sejak musim 2003 yang disinyalir juara yang tampil mempunyai kepentingan politik karena ketua atau manajer klub yang bersangkutan akan bertarung di arena Pilkada. Hal ini pun berimbas pada kekecewaan beberapa insan sepakbola yang membuat liga tandingan LPI dibawah naungan seorang pengusaha top di negeri ini Arifin Panigoro. Namun niatan tulus atau tidak dari terbentuknya liga ini belum bisa dinilai begitu besar, karena liga nya pun baru seumur jagung dan baru melakoni beberapa partai saja.

Sedikit gambaran Nurdin Halid sendiri menjabat ketua umum PSSI menggantikan Agum Gumelar yang mengundurkan diri di tahun 2002, setelah timnas Garuda gagal masuk semifinal di ajang SEA GAMES. Nurdin Halid berhasil mengalahkan saingan nya Soemaryoto dan Jacob Nue Wea dalam memperebutkan kursi ketua umum dalam kongres PSSI di Hotel Indonesia bulan November 2003 silam. 7 tahun sudah Nurdin Halid memimpin orginasasi PSSI ini namun sayang nya kinerja yang dihasilkan jauh dari kata sempurna, bahkan nilai minus nya pun lebih dominan dibandingkan nilai plus dari kacamata penikmat sepakbola negeri ini termasuk saya pribadi. Seolah bak seorang Raja, pemerintah yang langsung dikomandoi Presiden dan Menpora pun seolah tanpa daya, gagal total melengserkan secara ‘paksa’ Nurdin Halid dalam Kongres Sepak Bola Nasional, di Malang 30-31 Maret silam. Bahkan dalam hasil kongres PSSI beberapa minggu silam yang diadakan di Bali, secara tegas Nurdin Halid akan kembali mencalonkan diri untuk jabatan ketua umum PSSI periode berikutnya karena didukung mayoritas pengprov dan pengcab PSSI. ‘Waduh…. kacau dah, bapak kita yang satu ini. Jangan kan menyadari kegagalan nya dan legowo untuk mengundurkan diri malah dengan lantang ingin mencalonkan ketua umum PSSI untuk periode berikutnya, yang lebih aneh Pengprov sama Pengcab nya ko malah ngedukung ya….’

Mungkin Nurdin Halid harus bisa berkaca diri dengan kejadian reformasi besar-besar an yang saat ini menerpa beberapa Negara di timur tengah seperti Sudan, Yordania, Tunisia dan Mesir. Bagaimana pun jika seseorang terlalu lama duduk di bangku pimpinan, maka dia tidak akan pernah menyadari kesalahan nya dan menganggap diri layaknya seorang Raja tanpa cacat. Bukankan sejarah di muka bumi ini pernah mencatat beberapa pemimpin besar yang dituntut mundur secara paksa oleh gelombang massa yang sangat besar? Dan berakhir dengan kerusuhan dan buruk nya nama pemimpin tersebut dikemudian hari. Beliau tidak harus menunggu ribuan bahkan ratusan ribu massa turun kejalan untuk menuntut mundur. Bukankah seorang Presiden pun bisa turun secara paksa oleh tuntutan masyarakat? apalagi ini sekupan nya lebih kecil yakni hanya ketua umum PSSI. Alangkah lebih bijak jika Nurdin Halid dan kroni legowo menyerahkan tampuk pimpin pada orang yang lebih kompeten dan mempunyai niat tulus untuk memajukan persepakbolaan Negeri ini. Bukan hanya mengamankan kepentingan golongan dan partai politik yang menaungi mereka. Karena bagaimana pun seperti yang bang Anas Urbaningrum tuliskan dalam salah satu tweet nya di akun jejaring sosial Twiteer, “kalau mau bola maju, PSSI mesti diurus oleh tokoh non-partai dan gila bola”. Yap saya pribadi sangat setuju dengan pendapat salah satu politikus ini karena bagaimana pun sepakbola akan jauh lebih indah jika tanpa politik!

Oleh Dwi Anugrah Mugia Utama
Pecinta Sepakbola dan Bobotoh Persib

Sunday, January 23, 2011

Tawa Arifin Panigoro Derita Nurdin Halid

Foto: Istimewa (kondisi tribun utara stadion Siliwangi saat pertandingan PERSIB vs AREMA)
Bagi yang kemarin malam menyaksikan pertandingan ISL antara PERSIB Bandung vs Arema Indonesia baik itu langsung di stadion Siliwangi maupun menyaksikan melalui layak kaca TV, saya katakan bahwa mereka orang yang beruntung sebagai maniak dunia si kulit bundar . Bagaimana tidak pada pertengahan babak kedua, pertandingan terhenti hampir satu jam lamanya dan siaran live TV pun harus terhenti akibat kerusuhan yang cukup besar di dalam stadion. Secara kebetulan saya pada saat itu menonton langsung di stadion dan berada di tribun utara, yang notabene nya merupakan tribun penonton pertama dan juga yang terbesar melakukan kerusuhan di malam itu. Supporter dan Polisi seperti jual beli serangan, lempar-lemparan dari botol air plastik sampai batu pun seolah menjadi pemandangan menarik hampir setengah jam lamanya. Karena seolah mengingatkan filosofi saya sebagai seorang supporter sepakbola sejak dulu, “Lebih indah hujan batu di stadion dibandingakan hujan emas di negeri orang “ hehehehe…..

Namun sebenarnya ada sebuah pemandangan yang sangat menarik bagi saya di tengah-tengah kerusuhan tersebut, seluruh penonton di stadion seolah tanpa komando menerikatan satu kata secara serempak LPI… LPI… LPI… LPI… LPI… Dan yang lebih parah supporter yang sedang berada di tengah lapangan dan tengah bertempur pun, menyeret sebuah papan iklan yang tergeletak di sisi lapangan tepat dibawah tribun timur yang bertulisakan LIGA PREMIER INDONESIA beserta logo nya. Papan iklan ini sebenarnya biasa digunakan ketika Bandung FC (salah satu klub LPI) melakoni partai kandang nya di stadion Siliwangi. Pada saat itu saya hanya terseyum dan langsung terfikirkan, bagaimana dengan reaksi Nurdin Halid dan Arifin Panigoro melihat kerusuhan malam itu melalui siaran TV ya? pasti menyajikan dua ekspresi yang sangat kontras dan jelas berbeda.

Sebenarnya emosi penonton pada malam itu terselut setelah salah satu pemain Arema melakukan handsball di kotak penalty, namun wasit yang memimpin pertandingan Najamudin Aspiran bersikukuh pada pendirian nya dan berpendapat bukan sebuah handsball. Mungki feeling saya sang wasit menganggap tangan salah satu pemain Arema yang menyentuh bola tersebut berada pada posisi negative. Namun bisa jadi juga merupakan sebuah pesanan, nama nya juga Liga Sinetron Indonesia hehehe…. Mungkin hanya sang wasit, PSSI dan Tuhan yang tau kejadian yang sebenarnya. Secara keseluruhan sebenarnya kepemimpinan wasit malam itu saya rasa cukup baik (terkecuali tragedi handsball tersebut), namun nampak nya para supporter PERSIB sudah terlalu sakit hati ketika tim nya dicurangi habis-habisan ketika pada pertandingan terakhir nya di kandang PERSISAM oleh wasit Soeharto, empat hari sebelum pertandingan melawan AREMA. Yang secara tidak langsung menyimpulkan di pikiran masing-masing supporter bahwa semuanya wasit di ISL (*maaf) goblog.

Mungkin hal ini bisa penjadi pembelajaran bagi Nurdin Halid beserta PSSI nya, mereka jangan terus-menerus bermanuver politik, musyawarah-musyawarah tertutup yang ga penting, mencari koalisi dan dukungan layaknya parpol menjelang pemilu. Lebih baik mereka mengurusi kompetisi berjalan dengan semestinya. Kualitas wasit, pengaturan jadwal yang tidak konsisten, komisi disiplin yang seolah tebang pilih dan sering termakan keputusan nya sendiri. Sebenarnya hal tersebut merupakan basic dari sebuah kompetisi sepakbola yang bersih dan menjunjung nilai-nilai fair play, tapi mengapa penyimpangan tersebut selalu terulang dan terulang lagi. Bukan hal yang mustahil jika kejadian ini terjadi kembali, bisa berakibat pada hijrah nya klub-klub besar dari ISL dan menuju LPI, yang memang menjanjikan kompetisi yang bersih (meskipun belum teruji, karena rata-rata klub LPI baru melakoni 2 partai). Sebuah kerugian besar jika hal ini terjadi, karena bagaimana pun klub-klub besar seperti PERSIB, PERSIJA atau AREMA merupakan lumbung terbesar PSSI baik itu dari sektor hak siar TV maupun dari sektor-sektor yang lain nya. Lalu apa yang akan PSSI jual pada masyarakat Indonesia, jika klub-klub besar ramai-ramai hijrah menuju LPI? Berfikirlah Nurdin Halid dan PSSI, jika memang tidak mau mundur dan tetap ingin menjalankan organisasi PSSI dan kompetisi ini, berjalan lah dengan semestinya, kompetisi sepakbola yang menjunjung nilai luhur fair play bukan kepentingan politik nan pragmatis. Niscaya pecandu sepakbola di Negeri ini pun setidak nya bisa respect kembali, meskipun membutuhkan waktu yang cukup panjang. Tidak seperti saat ini, ribut kesana kemari dan menganggap kompetisi di luar PSSI merupakan kompetisi yang haram. Tetapi kompetisi yang mereka urus pun sangat buruk! Bahkan menurut saya lebih professional kompetisi Domba Cup antar kampung. So, saya beserta rekan-rekan datang ke stadion dengan segenap harapan untuk bisa menyaksikan pertandingan yang bersih dan prestasi maksimal dari lambang kebanggaan di dada, bukan untuk menyaksikan sebuah kompetisi yang penuh dengan intrik layaknya sinetron! Football is life!

Oleh Dwi Anugrah Mugia Utama
Pecinta Sepakbola dan Bobotoh Persib